Jumat, 12 Juli 2024

Pembelajaran dan Asesmen


PRINSIP PEMBELAJARAN

a. Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan:

  • Mendeteksi kesiapan belajar peserta didik dan pencapaian sebelumnya.
  • Merancang tujuan pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
  • Menyediakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan positif.

b. Pembelajaran untuk membangun kapasitas pembelajar sepanjang hayat:

  • Mendorong refleksi diri peserta didik.
  • Memberikan umpan balik untuk memfasilitasi pembelajaran yang berkelanjutan.
  • Menggunakan pertanyaan terbuka untuk membangkitkan pemikiran mendalam.
  • Memotivasi partisipasi aktif dan mandiri peserta didik.

c. Pembelajaran yang mendukung perkembangan kompetensi dan karakter holistik:

  • Menggunakan berbagai metode pembelajaran untuk mengembangkan kompetensi.
  • Merefleksikan sikap dan memberi keteladanan.
  • Menggunakan profil pelajar Pancasila dalam memberikan umpan balik.

d. Pembelajaran yang relevan sesuai konteks, lingkungan, dan budaya:

  • Mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata, lingkungan, dan budaya peserta didik.
  • Merancang pembelajaran interaktif untuk memfasilitasi interaksi yang produktif.
  • Melibatkan masyarakat dan orang tua sebagai mitra pembelajaran.

e. Pembelajaran berorientasi pada masa depan berkelanjutan:

  • Mengintegrasikan kehidupan keberlanjutan dalam kegiatan pembelajaran.
  • Mendorong kesadaran peserta didik terhadap peran mereka dalam masa depan.
  • Memanfaatkan projek penguatan profil pelajar Pancasila untuk membangun karakter dan kompetensi.

PRINSIP ASESMEN

a. Asesmen sebagai bagian terpadu dari proses pembelajaran:

  • Pendidik menggunakan asesmen awal untuk merancang pembelajaran.
  • Merencanakan pembelajaran dengan memberikan umpan balik yang membangun.
  • Melibatkan peserta didik dalam asesmen dan refleksi diri.
  • Merancang asesmen untuk meningkatkan kompetensi.

b. Asesmen dirancang sesuai fungsi dan tujuan:

  • Pendidik merencanakan asesmen dengan tujuan pembelajaran yang jelas.
  • Menggunakan beragam teknik asesmen sesuai fungsi (formatif dan sumatif).

c. Asesmen yang adil, proporsional, valid, dan dapat dipercaya:

  • Memberikan cukup waktu untuk proses asesmen yang terintegrasi dengan pembelajaran.
  • Menyampaikan kriteria sukses kepada peserta didik.
  • Kolaborasi dalam merancang asesmen yang sesuai.

d. Laporan kemajuan belajar yang sederhana dan informatif:

  • Menyusun laporan kemajuan belajar yang ringkas dan informatif.
  • Memberikan umpan balik berkala kepada peserta didik dan orang tua.

e. Pemanfaatan hasil asesmen untuk refleksi dan peningkatan mutu pembelajaran:

  • Memberikan waktu untuk refleksi terhadap hasil asesmen.
  • Menggunakan hasil asesmen sebagai bahan diskusi untuk peningkatan.
  • Memberikan umpan balik dan mendiskusikan tindak lanjut bersama peserta didik dan orang tua.

Minggu, 30 Juni 2024

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dan Kompetensi Soasial dan Emosional (KSE)

Dibuat pada: 30 Juni 2024, salinan dari :
https://www.imrantululi.net/read/40/pembelajaran-sosial-dan-emosional-pse-dan-kompetensi-soasial-dan-emosional-kse#google_vignette

 

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dan Kompetensi Soasial dan Emosional (KSE)

Dalam penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional:

  • Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas  karena mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid.
  • Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran hukum, dan kesehatan mental.


Pembahasan ini sejalan dengan peran pendidik menurut Ki Hajar Dewantara: sebagai penuntun potensi anak agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya. Pendidik harus merancang pengalaman belajar yang bermakna untuk menumbuhkan motivasi dan perhatian murid.

Pendidikan holistik memberikan murid kesempatan untuk mengeksplorasi dan mengaktualisasikan potensi mereka. Kesadaran akan pentingnya pendidikan holistik telah ada sejak lama, dengan teori Kecerdasan Emosi dari Daniel Goleman yang menginspirasi pengembangan CASEL pada tahun 1995. CASEL mengembangkan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) untuk mendorong perkembangan positif anak melalui program terkoordinasi dalam komunitas sekolah.

Manfaat penerapan PSE meliputi:

1. Peningkatan prestasi akademik.

2. Pengurangan perilaku negatif.

3. Peningkatan keterampilan sosial dan emosional.

4. Sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.

Secara lengkap, hasil penelitian tentang manfaat penerapan pembelajaran sosial dan emosional adalah sebagai berikut:

-
Gambar 1. Hasil Pencapaian Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional

Diagram hasil di atas menunjukkan urgensi PSE, yaitu:

  1. Peningkatan kompetensi sosial dan emosional.
  2. Penciptaan lingkungan belajar yang lebih positif.
  3. Peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekolah.
  4. Peningkatan pencapaian akademik.

PSE memberikan dasar yang kuat bagi kesuksesan murid di berbagai aspek kehidupan, termasuk kesejahteraan psikologis (well-being).

Apa itu Well-being?

Well-being adalah kondisi individu yang nyaman, sehat, dan bahagia. Ini mencakup sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengatur perilaku, memenuhi kebutuhan, mengelola lingkungan, memiliki tujuan hidup, dan mengembangkan diri.

Noble dan McGrath (2016) menyebutkan well-being murid yang optimal ditandai dengan:

  1. Sikap dan suasana hati positif.
  2. Relasi positif dengan murid dan guru.
  3. Resiliensi.
  4. Optimalisasi diri.
  5. Kepuasan tinggi terhadap pengalaman belajar.

Definisi Pembelajaran Sosial dan Emosional

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah

Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat: 

  1. Memahami, menghayati, dan  mengelola emosi  (kesadaran diri)
  2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif  (pengelolaan diri)
  3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
  4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi)
  5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Gambar 2 menjelaskan kerangka CASEL untuk pembelajaran kompetensi sosial dan emosional, yang meliputi:

  1. Penciptaan lingkungan belajar yang terkoordinasi untuk meningkatkan pembelajaran akademik, sosial, dan emosional.
  2. Kemitraan sekolah, keluarga, dan komunitas untuk membentuk lingkungan yang saling mempercayai dan berkolaborasi.
  3. Kurikulum dan pembelajaran yang jelas serta bermakna, dengan evaluasi berkala.

Gambar 2. Pembelajaran Sosial Emosional Kolaboratif Seluruh Komunitas Sekolah CASEL


Kerangka Kompetensi Sosial Emosional (CASEL)

Kerangka Kompetensi Sosial dan Emosional (CASEL)

Definisi

Contoh

Kesadaran Diri:

kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.

  • Dapat menggabungkan identitas pribadi dan identitas sosial
  • Mengidentifikasi  kekuatan/aset diri dan budaya
  • Mengidentifikasi emosi-emosi dalam diri
  • Menunjukkan integritas dan kejujuran
  • Dapat menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai
  • Menguji dan mempertimbangkan prasangka dan bias
  • Memupuk efikasi diri
  • Memiliki pola pikir bertumbuh
  • Mengembangkan minat dan menetapkan arah tujuan hidup

Manajemen Diri: kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi

  • Mengelola emosi diri
  • Mengidentifikasi dan menggunakan strategi-strategi pengelolaan stres
  • Menunjukkan disiplin dan motivasi diri
  • Merancang tujuan pribadi dan bersama
  • Menggunakan keterampilan merancang dan mengorganisir
  • Memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif
  • Mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok

Kesadaran Sosial: kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda

  • Mempertimbangkan pandangan/pemikiran orang lain
  • Mengakui kemampuan/kekuatan orang lain
  • Mendemonstrasikan empati dan rasa welas kasih
  • Menunjukkan kepedulian atas perasaan orang lain
  • Memahami dan mengekspresikan rasa syukur
  • Mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk dengan norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan

Keterampilan Berelasi: kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif

  • Berkomunikasi dengan efektif
  • Mengembangkan relasi/hubungan positif
  • Memperlihatkan kompetensi kebudayaan
  • Mempraktikkan kerjasama tim dan pemecahan masalah secara kolaboratif
  • Dapat melawan tekanan sosial yang negatif
  • Menunjukkan sikap kepemimpinan dalam kelompok
  • Mencari dan menawarkan bantuan apabila membutuhkan
  • Turut membela hak-hak orang lain

Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok

  • Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran
  • Mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi dan sosial
  • Berlatih membuat keputusan beralasan/masuk akal, setelah menganalisis informasi, data, dan fakta
  • Mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-konsekuensi dari tindakannya
  • Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah
  • Merefleksikan peran seseorang dalam memperkenalkan kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, keluarga, dan komunitas
  • Mengevaluasi dampak/pengaruh dari seseorang, hubungan interpersonal, komunitas, dan kelembagaan

Jika kita analisis lebih lanjut,  5 Kompetensi Sosial dan Emosional yang telah kita bahas berhubungan erat dengan  6 (enam) dimensi  Profil Pelajar Pancasila.  Sebagai contoh,  ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah  (dimensi kreatif)  diperlukan juga kemampuan bernalar kritis  untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri. 

Selanjutnya, solusi yang dihasilkannya juga perlu mempertimbangkan akhlak kepada makhluk hidup lain yang dapat dimunculkan dari dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Dalam situasi tersebut, ia menerapkan KSE kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. Dalam mewujudkan solusinya, ia pun perlu melibatkan orang lain dengan tetap menghargai keragaman latar belakang yang dimiliki (dimensi gotong royong dan berkebhinekaan global). Dalam tahap ini, ia menerapkan KSE kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.


Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan 

Pembelajaran Sosial dan Emosional berupaya menciptakan lingkungan dan pengalaman belajar yang menumbuhkan  5 kompetensi sosial dan emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. 

Pembelajaran  5 KSE tersebut akan dapat  menghasilkan murid-murid  yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, responsif, proaktif, mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan humaniora.  Semua ini selaras dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi dalam Standar Nasional Pendidikan.

Kegiatan Kompetensi Sosial Emosional

1. Melibatkan murid dalam membuat keyakinan kelas atau peraturan sekolah untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman

KSE:

  • Kesadaran diri: Murid memberikan nilai yang diyakininya berkaitan dengan lingkungan kelas dan sekolah.
  • Kesadaran sosial: Murid mempertimbangkan pendapat temannya.
  • Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab: Belajar membuat keputusan yang beralasan berdasarkan logika setelah menganalisis informasi.


Kesadaran Penuh (mindfulness) sebagai dasar penguatan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional

Setelah kita sudah membahas Lima Kompetensi Sosial dan Emosional. Selanjutnya kita akan membahas tentang kesadaran penuh (mindfulness).  Pentingnya melatih perhatian murid-murid sebagai kelanjutan dari Pembelajaran Sosial dan Emosional dikemukakan oleh Daniel Goleman, co-founder CASEL pada tahun 2017 dalam (https://compassion.emory.edu/SEE-learning.pdf, p.3-4):  

Attention is a fundamental skill that impacts all aspects of learning, yet it has been largely neglected as an explicit focus for education. Because it is such an essential element of helping children better manage their inner worlds and enhance learning, training in attention seems an obvious next step for SEL” 

Goleman melihat kebutuhan mendasar untuk membantu anak-anak dalam mengelola dirinya dan meningkatkan pembelajaran.   Melatih kemampuan memperhatikan  adalah kelanjutan nyata yang harus dilakukan dalam Pembelajaran Sosial dan Emosional.

Mindfulness adalah ketika kita fokus pada kegiatan yang sedang dilakukan, seperti menonton film, mendengarkan, mengobservasi, mengajar, atau membaca, dengan rasa ingin tahu dan penghargaan.

Pada saat kita mengarahkan sepenuhnya perhatian pada kegiatan yang sedang dilakukan, seperti menonton film, menyimak apa yang sedang dibicarakan, mengobservasi sekeliling kita, mengajar di kelas, mendengar penyampaian informasi dalam pertemuan guru, bahkan membaca modul ini, dan memunculkan rasa ingin tahu apa adanya dengan rasa penghargaan - contoh  praktik kesadaran penuh (mindfulness).

Prinsip Kesadaran Penuh (Mindfulness)

Kondisi tidak mengenakkandapat menjadi pemicu munculnya emosi tidak nyaman seperti frustasi, marah, kuatir dan berbagai campuran emosi lainnya yang mungkin tidak dapat kita identifikasi. Emosi-emosi tidak nyaman ini dapat mempengaruhi diri kita secara sadar dan tidak sadar. Penting bagi kita untuk  mengambil jeda, menyadari emosi yang tidak nyaman agar tidak membelenggu kita  dalam memandang dan merespon orang lain, baik  dalam sebuah interaksi, pekerjaan, hingga pada keputusan-keputusan hidup yang diambil

Peran praktik kesadaran penuh (mindfulness)  dapat membantu Anda dalam menyikapi, memproses, dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi saat ini - bukan pada kekhawatiran akan masa yang akan datang ataupun penyesalan akan masa yang telah berlalu.

Kesadaran penuh itu sendiri dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar pada kondisi saat sekarang. 

Peran praktik kesadaran penuh (mindfulness) akan sangat terlihat disini. Akan tetapi, perlu diingat bahwa praktik kesadaran penuh (mindfulness) bukan sebagai solusi pemecahan masalah, melainkan praktik yang membantu Anda dalam menyikapi, memproses, dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi saat ini - bukan pada kekhawatiran akan masa yang akan datang ataupun penyesalan yang lalu

Pada prinsipnya praktik kesadaran penuh merupakan segala aktivitas yang kita lakukan secara sadar. Apapun bentuk aktivitasnya - yang ditekankan adalah perhatian yang diberikan saat melakukan aktivitas tersebut. Praktik paling mendasar dan sederhana adalah melatih dan menyadari napas.

New image

 





.

Selain itu, ada beberapa teknik lain yang dapat disesuaikan dengan kebiasaan dan hobi Anda, seperti:

New image

Sumber: https://bit.ly/gambarmindfulnessatschool

Praktik Kesadaran Penuh Memperkuat 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE)

Ketika mengimplementasikan kompetensi kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, praktik kesadaran penuh menjadi fondasi. Ini membantu fokus pada saat ini, mengenali dan menerima emosi, perasaan, dan pikiran tanpa penilaian. Selanjutnya, pengelolaan emosi yang baik menumbuhkan empati dan pemahaman yang netral terhadap orang lain dan situasi, memperkuat kompetensi kesadaran sosial dan keterampilan berelasi.

Saat mengambil keputusan, kesadaran penuh membantu mempertimbangkan nilai moral dan etika, serta konsekuensinya, sehingga meningkatkan tanggung jawab atas keputusan yang dibuat. Ini membantu individu lebih terhubung dengan diri dan orang lain, serta lebih responsif dalam hubungan interpersonal dan pengambilan keputusan.

New image

Gambar 5 menunjukkan kerangka PSE berbasis kesadaran penuh untuk mencapai kesejahteraan psikologis (adaptasi piramida K-For-Catanese, Hawkins, 2017). Penerapan yang terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit mendukung kesejahteraan psikologis di ekosistem sekolah.
 

Implementasi pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah

Indikator penerapan KSE 

Tabel D. Indikator Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional

KELAS

Pengajaran Eksplisit: Murid memiliki kesempatan untuk menumbuhkan, melatih, dan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional sesuai dengan perkembangan budaya.

Pembelajaran Akademik Terintegrasi KSE: Tujuan KSE diintegrasikan ke dalam konten dan strategi pembelajaran di berbagai mata pelajaran, seperti akademik, musik, seni, dan pendidikan jasmani.

Pelibatan dan Suara Murid: Seluruh warga sekolah menghormati dan meningkatkan perspektif serta pengalaman murid, melibatkan mereka sebagai pemimpin, pemecah masalah, dan pembuat keputusan. 

SEKOLAH

Iklim Kelas dan Sekolah yang Mendukung: Lingkungan belajar mendukung pengembangan kompetensi sosial dan emosional, responsif secara budaya, serta fokus pada hubungan dan komunitas.

Fokus pada KSE Pendidik dan Tenaga Kependidikan: Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki kesempatan rutin untuk mengembangkan kompetensi sosial, emosional, dan budaya mereka, serta membangun hubungan saling percaya dan komunitas erat.

Kebijakan yang Mendukung: Kebijakan dan praktik disiplin yang jelas, restoratif, sesuai perkembangan anak, dan diterapkan secara adil.

Dukungan Terintegrasi yang Berkelanjutan: Pembelajaran sosial dan emosional terintegrasi dalam dukungan akademik dan perilaku untuk memenuhi semua kebutuhan murid.

KELUARGA & KOMUNITAS

Pelibatan Kemitraan dengan Orangtua: Keluarga dan tenaga kependidikan rutin berkolaborasi untuk mendukung perkembangan sosial, emosional, dan akademik murid.

Kemitraan dengan Komunitas: Pendidik, tenaga kependidikan, dan mitra masyarakat menyelaraskan istilah, strategi, dan komunikasi terkait KSE, termasuk kegiatan luar sekolah.

Sistem Peningkatan Berkelanjutan: Data implementasi dikumpulkan untuk memantau kemajuan dan meningkatkan sistem, praktik, dan kebijakan PSE dengan fokus pada kesetaraan.

Tabel di atas menunjukkan bahwa pembelajaran sosial dan emosional melibatkan kelas, sekolah, keluarga, dan komunitas, sesuai dengan prinsip Tri Sentra Ki Hajar Dewantara: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan psikologis murid.

Empat indikator utama pembelajaran sosial dan emosional di kelas dan sekolah:

  1. Pengajaran Eksplisit.
  2. Integrasi dalam Praktek Mengajar dan Kurikulum Akademik.
  3. Penciptaan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah.
  4. Penguatan KSE Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK).

Pengajaran Eksplisit

Pengajaran eksplisit PSE memastikan murid konsisten memiliki kesempatan untuk menumbuhkan, melatih, dan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan terbuka terhadap keragaman budaya. Ini bisa dilaksanakan melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, serta menggunakan proyek, acara, atau kegiatan sekolah rutin untuk mengajarkan KSE secara eksplisit.

Contoh RPP Kesadaran Diri:

Berikut adalah contoh RPP untuk menggambarkan pengajaran eksplisit dari 5 KSE. Silakan cermati dan berikan refleksi Anda setelah mempelajari RPP tersebut.

 
 
 Contoh RPP Manajemen diri
 
 
Contoh RPP Kesadaran Sosial
 
 
 Contoh RPP Keterampilan Berelasi
 
 
 Contoh RPP Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
 
 

Integrasi KSE dalam Praktek Mengajar dan Kurikulum Akademik:

Untuk mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) dalam praktik mengajar dan kurikulum akademik, tujuan KSE dapat diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pada materi akademik, musik, seni, dan pendidikan jasmani.

Contoh RPP TK - SMP:

  1. Pembukaan Hangat:

    • Memberikan kesempatan pada murid untuk berbicara.
    • Mendengarkan aktif.
    • Memungkinkan interaksi.
    • Menciptakan rasa memiliki.
    • Menumbuhkan kompetensi sosial dan emosional.
  2. Kegiatan Inti:

    • Diskusi akademik.
    • Pembelajaran kooperatif.
    • Pembelajaran berbasis proyek.
    • Refleksi diri dan penilaian diri.
    • Pemberian suara dan pilihan.
  3. Penutupan Optimistik:

    • Refleksi.
    • Apresiasi.
    • Cara-cara positif untuk memperkuat pembelajaran.
Contoh RPP TK:

Contoh RPP SD

Contoh RPP SMP

 
Menciptakan Iklim Kelas dan Budaya Sekolah

    Implementasi pembelajaran sosial dan emosional mencakup menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah. Salah satu cara untuk mengubah lingkungan sekolah adalah melalui praktik mengajar guru dan gaya interaksi mereka dengan murid, serta dengan mengubah peraturan dan harapan sekolah.

    Fokus pada kualitas relasi antara guru dan murid sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan positif. Kualitas relasi ini mencerminkan sikap saling percaya, yang dapat meningkatkan keterlibatan murid dalam pembelajaran dan memberikan mereka rasa aman untuk mengekspresikan diri. Lingkungan yang aman dan positif juga dapat diperkuat melalui kegiatan pembelajaran yang merangkul keberagaman, melibatkan murid, dan menumbuhkan optimisme.

    Menurut Sri Wahyaningsih, lingkungan sekolah yang aman dan nyaman adalah yang membangun persepsi bahwa setiap individu memiliki potensi yang unik dan orang lain adalah mitra, bukan pesaing. Hal ini mendorong kolaborasi antara murid, guru, dan orang tua.

Video contoh penerapan indikator PSE

 

Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan

Implementasi pembelajaran sosial dan emosional  selaras dengan Standar Proses  dalam SNP kita. Integrasikan 5 KSE dalam pengajaran eksplisit maupun integrasi dalam konten dan strategi pembelajaran terkait dengan perencanaan proses dan  pelaksanaan proses pembelajaran. Refleksi  yang dilakukan guru maupun murid  mendorong proses penilaian hasil belajar dan pengawasan proses pembelajaran.

Penguatan Kompetensi Sosial dan Emosional Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Sekolah

Untuk memperkuat pembelajaran sosial emosional bagi pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, langkah-langkah berikut dapat dilakukan:

  1. Memodelkan (Menjadi Teladan):

    • Mendukung pendidik dan tenaga kependidikan dalam menunjukkan kompetensi sosial emosional dalam semua interaksi.
    • Menciptakan budaya apresiasi dan menunjukkan kepedulian dalam komunitas sekolah.
  2. Belajar:

    • Refleksi pribadi tentang kompetensi sosial emosional dan pengembangan kapasitas untuk mengimplementasikannya.
    • Berkolaborasi dengan rekan kerja untuk belajar dan mengatasi bias serta memahami tahapan perkembangan murid.
  3. Berkolaborasi:

    • Membentuk komunitas pembelajaran profesional atau program pendampingan untuk kolaborasi dan pengembangan strategi promosi KSE.
    • Integrasi kompetensi sosial emosional dalam rapat guru dan struktur komunitas belajar.

Dengan melakukan langkah-langkah ini, pendidik dan tenaga kependidikan dapat memperkuat kompetensi sosial dan emosional mereka serta mendukung pembelajaran sosial emosional yang holistik di sekolah.



Kaitan dengan Standar Nasional Pendidikan

Penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan selaras dengan Standar Kompetensi  Pedagogik, Kepribadian dan Sosial Guru. Guru mendapatkan penguatan  untuk  menguasai karakteristik peserta didik dari aspek  sosial, kultural emosional, serta menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, arif dan dewasa.

Download Contoh RPP yang mengintegrasikan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) UNDUH DISINI

Sumber: LMS PGP A9


Selasa, 25 Juni 2024

JENIS, TEKNIK, DAN CONTOH INSTRUMEN ASESMEN PADA KURIKULUM MERDEKA

Ditulis tanggal 26 Jun 2024 (Salinan) dari: https://www.sman9batam.sch.id/berita/detail/425233/jenis-teknik-dan-contoh-instrumen-asesmen-pada-kurikulum-merdeka/

Perlu diketahui oleh para guru bahwa melaksanakan asesmen bukanlah sekedar untuk mendapatkan skor ataupun nilai yang nanti digunakan dalam mengisi rapor. Namun, asesmen berfungsi untuk menjadi indikator dalam menentukan apakah suatu tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum. Kalau sudah tindak lanjutnya apa dan kalau belum apa lagi yang harus dilakukan oleh siswa sampai mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

A.    Pendahuluan

Asesmen adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengetahui kebutuhan belajar, perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Jenis asesmen sesuai fungsinya mencakup: asesmen sebagai proses pembelajaran (assessment as Learning), asesmen untuk proses pembelajaran (assessment for Learning), dan asesmen pada akhir proses pembelajaran (assessment of learning).

    Selama ini pelaksanaan asesmen cenderung berfokus pada asesmen sumatif yang dijadikan acuan untuk mengisi laporan hasil belajar. Hasil asesmen belum dimanfaatkan sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran. Pada pembelajaran paradigma baru, pendidik diharapkan lebih berfokus pada asesmen formatif dibandingkan sumatif dan menggunakan hasil asesmen formatif untuk perbaikan proses pembelajaran yang berkelanjutan, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar di bawah ini.


  



    Pada kurikulum ini guru diharapkan memberikan proporsi lebih banyak pada pelaksanaan asesmen formatif daripada menitikberatkan orientasi pada asesmen sumatif. Harapannya, ini akan mendukung proses penanaman kesadaran bahwa proses lebih penting daripada sebatas hasil akhir.




Ada sejumlah perbedaan utama antara penilaian formatif dan penilaian sumatif. Tabel di bawah ini menyajikan beberapa perbedaan yang utama (Regier, 2012)


 

 

 

B.    Paradigma Asesmen


    Dalam merencanakan dan melaksanakan asesmen formatif dan sumatif, penting untuk menerapkan pola pikir bertumbuh (Growth Mindset). Ini membantu peserta didik memahami bahwa proses belajar lebih penting daripada hasil akhir. Berikut adalah poin pentingnya:

  1. Kesalahan adalah bagian dari belajar dan bisa merangsang perkembangan otak peserta didik jika dikelola dengan baik.
  2. Belajar bukan sekadar tentang kecepatan, tapi juga pemahaman, penalaran, dan kemampuan evaluasi yang mendalam.
  3. Ekspektasi positif dari pendidik memengaruhi performa peserta didik secara signifikan.
  4. Setiap peserta didik unik dan memiliki jalur pembelajaran sendiri yang tidak perlu dibandingkan satu sama lain.
  5. Lingkungan belajar di sekolah dan rumah mempengaruhi hasil belajar.
  6. Melatih peserta didik untuk melakukan asesmen diri, asesmen oleh teman, refleksi diri, dan memberi umpan balik antar teman penting dalam proses belajar.
  7. Umpan balik yang memotivasi dan membangun kesadaran akan pentingnya proses pencapaian tujuan pembelajaran lebih disukai daripada fokus hanya pada hasil akhirnya.

C.    Jenis Asesmen

    Dalam Kurikulum Merdeka, asesmen adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Asesmen bertujuan untuk mengumpulkan bukti atau dasar pertimbangan terhadap pencapaian tujuan pembelajaran. Berikut adalah jenis-jenis asesmen yang dianjurkan:

1.     Asesmen formatif, yaitu asesmen yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi pendidik dan peserta didik untuk memperbaiki proses belajar.

a.     Asesmen di awal pembelajaran yang dilakukan untuk mengetahui kesiapan peserta didik untuk mempelajari materi ajar dan mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan.

    Asesmen ini termasuk dalam kategori asesmen formatif karena ditujukan untuk kebutuhan guru dalam merancang pembelajaran, tidak untuk keperluan penilaian hasil belajar peserta didik yang dilaporkan dalam rapor.

b. Asesmen di dalam proses pembelajaran yang dilakukan selama proses pembelajaran untuk mengetahui perkembangan peserta didik dan sekaligus pemberian umpan balik yang cepat. Biasanya asesmen ini dilakukan sepanjang atau di tengah kegiatan/langkah pembelajaran, dan dapat juga dilakukan di akhir langkah pembelajaran. Asesmen ini juga termasuk dalam kategori asesmen formatif.

2.     Asesmen sumatif, yaitu asesmen yang dilakukan untuk memastikan ketercapaian keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan pada akhir proses pembelajaran atau dapat juga dilakukan sekaligus untuk dua atau lebih tujuan pembelajaran, sesuai dengan pertimbangan pendidik dan kebijakan satuan pendidikan. Berbeda dengan asesmen formatif, asesmen sumatif menjadi bagian dari perhitungan penilaian di akhir semester, akhir tahun ajaran, dan/atau akhir jenjang.


    Kedua jenis asesmen ini tidak harus digunakan dalam suatu rencana pelaksanaan pembelajaran atau modul ajar, tergantung pada cakupan tujuan pembelajaran. Pendidik adalah sosok yang paling memahami kemajuan belajar peserta didik sehingga pendidik perlu memiliki kompetensi dan keleluasaan untuk melakukan asesmen agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik masingmasing. Keleluasaan tersebut mencakup perancangan asesmen, waktu pelaksanaan, penggunaan teknik dan instrumen asesmen, penentuan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran, dan pengolahan hasil asesmen. Termasuk dalam keleluasaan ini adalah keputusan tentang penilaian tengah semester. Pendidik dan satuan pendidikan berwenang untuk memutuskan perlu atau tidaknya melakukan penilaian tersebut.


    Pendidik perlu memahami prinsip-prinsip asesmen. Prinsip tersebut salah satu prinsipnya mendorong penggunaan berbagai bentuk asesmen, bukan hanya tes tertulis, agar pembelajaran bisa lebih terfokus pada kegiatan yang  bermakna serta informasi atau umpan balik dari asesmen tentang kemampuan peserta didik juga menjadi lebih kaya dan bermanfaat dalam proses perancangan pembelajaran berikutnya. Untuk dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran dan asesmen sesuai arah kebijakan Kurikulum Merdeka, berikut ini adalah penjelasan lebih lanjut tentang asesmen formatif dan asesmen sumatif sebagai acuan.

 

D.    Asesmen Formatif

    Penilaian atau asesmen formatif bertujuan untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran, serta mengevaluasi pencapaian tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, hambatan atau kesulitan yang mereka hadapi, dan juga untuk mendapatkan informasi perkembangan peserta didik.

    Penilaian formatif dilaksanakan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dalam satu kali tatap muka, penilaian formatif dapat dilakukan lebih dari satu kali. Sebagai contoh, pada awal pembelajaran dengan menggunakan teknik respon bersama (choral response) pendidik mengecek penguasaan peserta didik terhadap pengetahuan yang dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Di tengah pelajaran pendidik mengecek pemahaman peserta didik terhadap apa yang sedang dipelajarinya hingga pertengahan jam pelajaran itu dengan teknik bertanya. Selanjutnya, di akhir pelajaran pendidik menggunakan exit slips untuk mengecek penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang dipelajari hingga akhir pelajaran saat itu. 

    Berdasarkan data dari hasil penilaian formatif pendidik dapat mengetahui bagian mana dari materi/kompetensi yang telah dikuasai dan apakah masih ada bagian yang belum dikuasai dengan baik. Selanjutnya pendidik langsung memutuskan tindakan yang perlu dilakukan, misalnya mengulang pembelajaran pada bagian materi yang belum dikuasai peserta didik dengan baik, memperbaiki pembelajaran yang sedang berlangsung dan/atau merancang kegiatan pembelajaran berikutnya berdasarkan hasil penilaian formatif tersebut.     Dengan demikian penilaian formatif menjadikan pembelajaran lebih berkualitas dan lebih menjamin tercapainya tujuan pembelajaran bagi setiap peserta didik. Agar penilaian formatif dan pembelajaran menjadi suatu kesatuan, perencanaan penilaian formatif dibuat menyatu dengan perencanaan pembelajaran dalam modul ajar.


    Informasi tersebut merupakan umpan balik bagi peserta didik dan juga pendidik.

Bagi peserta didik, asesmen formatif berguna untuk berefleksi, dengan  memonitor kemajuan belajarnya, tantangan yang dialaminya, serta langkahlangkah yang perlu ia lakukan untuk meningkatkan terus capaiannya. Hal ini merupakan proses belajar yang penting untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Bagi pendidik, asesmen formatif berguna untuk merefleksikan strategi pembelajaran yang digunakannya, serta untuk meningkatkan efektivitasnya dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Asesmen ini juga memberikan informasi tentang kebutuhan belajar individu peserta didik yang diajarnya.   


    Agar asesmen memberikan manfaat tersebut kepada peserta didik dan pendidik, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan pendidik dalam merancang asesmen formatif, antara lain sebagai berikut:

·           Asesmen formatif tidak berisiko tinggi (high stake). Asesmen formatif dirancang untuk tujuan pembelajaran dan tidak seharusnya digunakan untuk menentukan nilai rapor, keputusan kenaikan kelas, kelulusan, atau keputusan-keputusan penting lainnya.

·           Asesmen formatif dapat menggunakan berbagai teknik dan/atau instrumen. Suatu asesmen dikategorikan sebagai asesmen formatif apabila tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas proses belajar.

·      Asesmen formatif dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran yang sedang berlangsung sehingga asesmen formatif dan pembelajaran menjadi suatu kesatuan.

·           Asesmen formatif dapat menggunakan metode yang sederhana, sehingga umpan balik hasil asesmen tersebut dapat diperoleh dengan cepat.

·           Asesmen formatif yang dilakukan di awal pembelajaran akan memberikan informasi kepada pendidik tentang kesiapan belajar peserta didik. Berdasarkan asesmen ini, pendidik perlu menyesuaikan/memodifikasi rencana pelaksanaan pembelajarannya dan/atau membuat diferensiasi pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

·           Instrumen asesmen yang digunakan dapat memberikan informasi tentang kekuatan, hal-hal yang masih perlu ditingkatkan oleh peserta didik dan mengungkapkan cara untuk meningkatkan kualitas tulisan, karya atau performa yang diberi umpan balik. Dengan demikian, hasil asesmen tidak sekadar sebuah angka


    Asesmen formatif dapat dilakukan di awal pembelajaran dan selama proses pembelajaran. Maka untuk di awal pembelajaran maka dapat dilakukan melalui asesmen diagnostik baik kognitif maupun non kognitf. Berikut penjelasan mengenai asesmen diagnostik ini.


1.   Asesmen Diagnotik

Asesmen diagnostik merupakan penilaian yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan peserta didik dalam menguasai materi atau kompetensi tertentu serta penyebabnya. Hasil asesmen diagnostik dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan (intervensi) yang tepat dan sesuai dengan kelemahan peserta didik.

a. Tujuan Asesmen Diagnostik

Secara umum, sesuai namanya asesmen diagnostik bertujuan untuk mendiagnosis kemampuan dasar siswa dan mengetahui kondisi awal siswa.  Asesmen diagnostik terbagi menjadi asesmen diagnostik non-kognitif  dan asesmen diagnosis kognitif. Tujuan dari masing-masing asesmen diagnostik adalah sebagai berikut:


b.     Asesmen Diagnostik Non-Kognitif

Asesmen diagnostik non-kognitif di awal pembelajaran dilakukan untuk menggali hal-hal seperti berikut:

·           Kesejahteraan psikologis dan sosial emosi sisiwa

·           Aktivitas siswa selama belajar di rumah

·           Kondisi keluarga dan pergaulan siswa

·           Gaya belajar, karakter, serta minat siswa


Tahapan melaksanakan asesmen diagnostik non-kognitif adalah:

1)  Persiapan

Contoh kegiatan persiapan;

a)     Siapkan alat bantu berupa gambar-gambar yang mewakili emosi

b)     Buat daftar pertanyaan kunci mengenai aktivitas siswa

2)  Pelaksanaan

  Contoh kegiatan pelaksanaan:

    Meminta siswa mengekspresikan perasaannya selama belajar di rumah serta menjelaskan aktivitasnya melalui bercerita, menulis, atau menggambar.

    Strategi pelaksanaannya dapat juga melalui tanya jawab dengan cara sebagai berikut:

a)     Pastikan pertanyaan jelas dan mudah dipahami

b)   Menyertakan acuan atau stimulus informasi yang dapat membantu siswa menemukan jawabannya

c) Memberikan waktu berpikir pada siswa sebelum menjawab pertanyaan



3)  Tindak Lanjut

a)     Identifikasi siswa dengan ekspresi emosi negatif dan ajak berdiskusi empat mata

b)  Menentukan tindak lanjut dan mengomunikasikan dengan siswa serta orang tua bila diperlukan

c)     Ulangi pelaksanaan asesmen non-kognitif pada awal pembelajaran


c.     Asesmen Diagnostik Kognitif

    Asesmen Diagnosis Kognitif adalah asesmen diagnosis yang dapat dilaksanakan secara rutin, pada awal ketika guru akan memperkenalkan sebuah topik pembelajaran baru, pada akhir ketika guru sudah selesai menjelaskan dan membahas sebuah topik, dan waktu yang lain selama semester (setiap dua minggu/ bulan/ triwulan/ semester).

    Asesmen diagnostik kognitif bertujuan mendiagnosis kemampuan dasar siswa dalam topik sebuah mata pelajaran.  Guru melakukan asesmen diagnosis kognitif untuk menyesuaikan tingkat pembelajaran dengan kemampuan siswa, bukan untuk mengejar target kurikulum. 

    Seperti Bapak/ Ibu guru ketahui, kemampuan dan keterampilan siswa di dalam sebuah kelas berbeda-beda. Ada yang lebih cepat paham dalam topik tertentu, namun ada juga yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami topik tersebut. Seorang siswa yang cepat paham dalam satu topik, belum tentu cepat paham dalam topik lainnya.

    Asesmen diagnostik memetakan kemampuan semua siswa di kelas secara cepat, untuk mengetahui siapa saja yang sudah paham, siapa saja yang agak paham, dan siapa saja yang belum paham. Dengan demikian Bapak/ Ibu guru dapat menyesuaikan materi pembelajaran dengan kemampuan siswa.

    Asesmen diagnostik kognitif dapat dilaksanakan secara rutin yang disebut asesmen diagnostik kognitif berkala, pada awal pembelajaran, akhir setelah guru selesai menjelaskan dan membahas topik, dan waktu lain. Asesmen Diagnostik bisa berupa Asesmen Formatif maupun Asesmen Sumatif. 


Tahapan melaksanakan asesmen diagnostik kognitif adalah:

1)  Persiapan

Contoh kegiatan persiapan & pelaksanaan:

a)     Buat jadwal pelaksanaan asesmen

b)   Identifikasi materi asesmen berdasarkan penyederhanaan kompetensi dasar yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

c)     Susun pertanyaan sederhana yang meliputi:

·   2 pertanyaan sesuai kelasnya, dengan topik capaian pembelajaran baru

·      6 pertanyaan dengan topik satu kelas di bawah

·      2 pertanyaan dengan topik dua kelas di bawah

(sesuaikan pertanyaan dengan topik yang menjadi prasyarat untuk bisa mengikuti pembelajaran di jenjang sekarang)

2)  Pelaksanaan

Berikan asesmen untuk semua siswa di kelas, baik yang belajar tatap muka di sekolah maupun yang belajar di rumah kalau masih ada.

3)  Diagnosis dan Tindak Lanjut

Contoh kegiatan tindak lanjut:

a)     Lakukan pengolahan hasil asesmen

    Buat penilaian dengan kategori “Paham utuh”, “Paham sebagian”, dan “Tidak paham”

    Hitung rata-rata kelas

b)     Bagi siswa menjadi tiga kelompok:

   Siswa dengan nilai rata-rata kelas akan mengikuti pembelajaran dengan ATP sesuai fasenya.

  Siswa dengan nilai di bawah rata-rata mengikuti pembelajaran dengan diberikan pendampingan pada kompetensi yang belum terpenuhi.

 Siswa dengan nilai di atas rata-rata mengikuti pembelajaran dengan pengayaan

c)    Lakukan penilaian pembelajaran topik yang sudah diajarkan sebelum memulai topik pembelajaran baru, untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai dengan rata-rata kemampuan siswa

d) Ulangi proses diagnosis ini dengan melakukan asesmen formatif (dengan bentuk dan strategi yang variatif), sampai siswa mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan. Guru menyesuaikan aktivitas dan materi  belajar di kelas dengan peningkatan rata-rata semua murid di kelas.

 

1.   Teknik Asesmen Formatif

Ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk memperoleh (mengelisitasi) informasi/data mengenai kemajuan penguasaan kompetensi peserta didik yang dapat dipakai dalam asemen formatif. McCharty (2017) merekomendasikan siklus penilaian formatif sebagai berikut:

a.     Observasi (Pengamatan)

Saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, observasi dapat dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui apa yang sudah dan belum dikuasai oleh peserta didik. Pendidik dapat mengetahui apa yang telah dan/atau belum dikuasai oleh peserta didik melalui apa yang dikatakan, dilakukan, dan dihasilkan oleh peserta didik.

Terdapat beberapa bentuk instrumen yang dapat digunakan oleh para pendidik untuk mendapatkan data mengenai kemajuan peserta didik: (a) Catatan Anekdot, (b) Buku Catatan Anekdot, (c) Kartu Catatan Anekdot, dan (d) Label atau Catatan Tempel  (Sticky Notes).

Bentuk instrument untuk teknik observasi dapat juga kita lakukan seperti selama ini pada kurikulum 2013 misalnya dengan menggunakan jurnal pembelajaran baik oleh guru ataupun walikelas/BK. Selain itu dapat juga menggunakan catatan anekdot dari beberapa contoh bentuk instrument di atas.

Catatan anekdot merupakan catatan singkat yang ditulis selama pelajaran di saat para peserta didik sedang bekerja dalam kelompok maupun secara individual, ataupun setelah pelajaran usai. Pendidik membuat catatan mengenai kemajuan peserta didik menuju pencapaian target belajar. Catatan yang dibuat dapat menggambarkan kemajuan peserta didik secara umum dan/atau secara individual.

Catatan anekdot memiliki beberapa fitur:

1)   Menerangkan tanggal, tempat dan waktu berlangsungnya kejadian, dan siapa observernya.

2)   Melukiskan peristiwa yang faktual dan obyektif.

3)   Pencatatan dilakukan saat proses belajar mengajar berlangsung atau setelah selesai kegiatan belajar mengajar sebagai hasil refleksi pendidik.

4)   Bersifat selektif, dipilih peristiwa yang penuh arti dan ada hubungannya dengan target pembelajaran.

5)   Diberikan solusi, tindak lanjut, atau umpan balik dari kejadian yang terjadi pada peserta didik.

Contoh catatan anekdot:

 

a.     Bertanya (Questioning)

Jawaban peserta didik terhadap pertanyaan pendidik dapat memberikan gambaran yang baik tentang kemajuan penguasaan kompetensi mereka. Pertanyaan harus dirumuskan dan disampaikan dengan baik oleh pendidik kepada peserta didik secara lisan. Peserta didik diberi waktu yang cukup untuk berpikir, mengingat apa yang telah dipelajari. Pertanyaan pendidik tidak saja menjadikan pendidik mengetahui sampai di mana peserta didik telah menguasai kompetensi yang dituju, tetapi juga membantu peserta didik belajar. Pertanyaan biasanya disampaikan secara lisan pada awal, tengah, atau akhir pelajaran.

Tingkat kesulitan dan/atau jenis pertanyaan yang diberikan hendaknya bervariasi, dan menyertakan pertanyaan yang tidak sekedar menuntut ingatan akan sekumpulan fakta atau angka, tetapi pertanyaan yang mendorong pelibatan proses kognitif tingkat tinggi (higher order thinking skills).

b.     Diskusi

Diskusi di kelas bisa memberikan banyak informasi mengenai penguasaan peserta didik terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Diskusi membangun pengetahuan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kreatif. Diskusi memungkinkan peserta didik untuk meningkatkan wawasan dan kedalaman pemahaman mereka sekaligus meluruskan informasi yang salah. Pendidik dapat memulai diskusi dengan memberikan pertanyaan terbuka untuk para peserta didik, kemudian menilai pemahaman peserta didik dengan mendengarkan jawaban mereka dan dengan membuat catatan anekdot. 

c.     Admits/Exit Slips

Admit Slips hampir sama dengan Exit Slips, perbedaannya Admit Slips dilakukan sebelum pembelajaran di kelas dimulai. Peserta didik dapat diminta untuk menuliskan komentar pada sebuah kartu di awal pembelajaran. Kartu-kartu ini dikumpulkan sebagai syarat untuk masuk ke kelas dan biasanya tidak dinilai serta tidak diberi nama.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui tanggapan peserta didik tentang apa yang mereka pelajari atau yang akan ditemui di dalam kelas, serta mengaktifkan pengetahuan awal mereka atau menghubungkan apa yang telah mereka ketahui dan pelajari.  Exit Slips dan Admit Slips dapat digunakan pada semua mata pelajaran.

Exit Slips adalah jawaban tertulis atas pertanyaan yang diberikan pendidik pada akhir pelajaran untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep inti. Pertanyaan biasanya hanya membutuhkan maksimal 5 menit untuk diselesaikan dan dikumpulkan saat peserta didik meninggalkan ruangan. Pendidik dapat dengan cepat mengetahui mana peserta didik yang sudah paham, yang membutuhkan sedikit bantuan, dan yang akan membutuhkan pembelajaran yang lebih banyak mengenai konsep tersebut. 

 

             

d.     Lembar Refleksi

Lembar refleksi digunakan oleh peserta didik untuk mencatat proses yang mereka lalui dalam mempelajari sesuatu dan apa yang mereka peroleh, sekaligus mencatat pertanyaan-pertanyaan yang perlu mereka temukan jawabannya. Refleksi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membuat hubungan antara apa yang mereka sudah pelajari, menentukan tujuan, dan melakukan refleksi terhadap proses belajar mereka.

Dengan membaca lembar refleksi peserta didik, pendidik memperoleh umpan balik terhadap keefektifan proses pembelajarannya, dan dapat menyampaikan umpan balik mengenai apa yang sudah dilakukan dengan baik oleh peserta didik serta saran untuk hal-hal yang perlu diperbaiki. Dengan demikian pendidik dapat menjadikan lembar refleksi sebagai sebuah alat yang efektif untuk pembelajaran.

Contoh lembar refleksi:


f.     Penilaian Diri dan Penilaian Antarteman (Self- dan Peer-Assessment)

Penilaian Diri dan Penilaian Antarteman menjadikan peserta didik mengevaluasi dirinya sendiri atau teman sekelasnya mengenai kemajuan belajarnya dan melakukan refleksi atas proses pembelajaran mereka. Pendidik dapat memeriksa hasil penilaian diri peserta didik maupun penilaian antar teman untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik. Penilaian diri dan antar teman ini dapat juga kita tambah dengan penilaian oleh orang tua terhadap anaknya selama di rumah.

Contoh penilaian diri:


Seperti teknik-teknik penilaian formatif lainnya, penilaian diri dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan penguasaan kompetensi tertentu. Pendidik memasukkan butir-butir pernyataan (indikator) yang hendak diketahui penguasaannya oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan.

g.     Kuis Konstruktif

Untuk menilai perkembangan peserta didik dalam penguasaan kompetensi, pendidik dapat memberikan kuis konstruktif. Kuis ini diberikan selama proses pembelajaran berlangsung. Kuis konstruktif tidak hanya memberikan umpan balik bagi pendidik, tapi juga bisa membantu peserta didik merefleksikan penguasaan mereka atas kompetensi yang dipelajari.

Setelah peserta didik selesai menuliskan jawaban mereka, pendidik meminta peserta didik menyerahkan lembar jawab bagian kiri, dan memegang lembar jawab bagian kanan. Selanjutnya pendidik mengajak peserta didik bersama-sama memeriksa jawaban.  Berdasarkan jawaban peserta didik terhadap pertanyaan pada kuis, pendidik dapat menentukan status setiap peserta didik dalam kaitannya dengan target pembelajaran (penguasaan materi/kompetensi) dan langsung memberikan umpan baliknya. Demikian juga dengan para peserta didik, dapat dengan cepat menilai perkembangan dirinya sendiri.

h.     Penugasan

Asesmen formatif dapat dilakukan pendidik dengan cara memberi tugas yang dapat dikerjakan peserta didik sebagai pekerjaan rumah (PR). Tugas tersebut dapat dikerjakan secara individu atau kelompok. Dari hasil pekerjaan yang telah diselesaikan oleh peserta didik, pendidik dapat mengetahui perkembangan peserta didik dalam menguasai materi/kompetensi secara kelompok atau individu. Selanjutnya pendidik memberi umpan balik dan merancang pembelajaran yang tepat untuk memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan pembelajaran yang optimal.

Namun ada yang perlu menjadi catatan bagi pendidik untuk memberikan penugasan, karena penugasan diberikan untuk memperkuat penguasaan suatu kompetensi oleh siswa. Jadi dalam suatu pembelajaran belum tentu ada penugasan ini kalau penguasaan kompetensi atau tujuan pembelajaran sudah terkuasai dengan baik oleh siswa.

i.     Daftar Cek

Daftar cek kelas merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai pemahaman peserta didik selama satu bab pembelajaran. Sebelum memulai satu bab baru, pendidik membuat daftar semua keterampilan yang perlu dikuasai oleh peserta didik. Dalam tabel, daftar nama peserta didik ditulis di sebelah kiri dan keterampilan pada bagian atas. Tabel dipasang pada papan dan di letakkan di tempat yang mudah dijangkau. Selama peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran, pendidik mengamati dan memberi tanda centang pada keterampilan yang ditunjukkan oleh peserta didik dengan tingkat kemahiran yang diinginkan.

Berikut ini adalah contoh daftar cek untuk kelas berbicara pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.


 

a.     Pertanyaan dengan Jawaban Terbuka

Pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban terbuka memungkinkan pendidik untuk menentukan perkembangan capaian belajar peserta didik. Pendidik memberi pertanyaan yang tidak bisa dijawab hanya dengan ‘ya’ atau ‘tidak’ atau jawaban satu kata lainnya. Pertanyaan terbuka mengharuskan peserta didik berpikir tentang jawaban mereka dan menggunakan pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai sebuah topik dalam jawaban mereka. Pertanyaan-pertanyaan dengan kata ‘mengapa, bagaimana,’ sering mendorong pemikiran yang lebih mendalam.

Selain dari tujuh contoh teknik asesmen formatif di atas, guru juga dapat melakukan asesmen formatif melalui presentasi, membuat peta konsep, graphic organizer, penilaian kinestetik, papan bicara, jawaban bersama, contoh dan bukan contoh, tunjuk lima jari, menyebutkan hal-hal yang sudah dipelajari, uraian singkat, ringkasan singkat, memecahkan maslah, kartu jawaban, dan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh peserta didik.

 

 

1.   Contoh-Contoh Pelaksanaan Asesmen Formatif

Asesmen formatif dapat dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan pembelajaran. Di bawah ini ada beberapa contoh pelaksanaan asesmen formatif.

a.    Pendidik memulai kegiatan tatap muka dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan konsep atau topik yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya.

b.   Pendidik mengakhiri kegiatan pembelajaran di kelas dengan meminta peserta didik untuk menuliskan 3 hal tentang konsep yang baru mereka pelajari, 2 hal yang ingin mereka pelajari lebih mendalam, dan 1 hal yang mereka belum pahami.

c.    Kegiatan percobaan dilanjutkan dengan diskusi terkait proses dan hasil percobaan, kemudian pendidik memberikan umpan balik terhadap pemahaman peserta didik.

d.   Pendidik memberikan pertanyaan tertulis, kemudian setelah selesai menjawab pertanyaan,  peserta didik diberikan kunci jawabannya sebagai acuan melakukan penilaian diri.

e.    Penilaian diri, penilaian antarteman, pemberian umpan balik antar teman dan refleksi. Sebagai contoh, peserta didik diminta untuk menjelaskan secara lisan atau tulisan (misalnya, menulis surat untuk teman) tentang konsep yang baru dipelajari.

f.     Pada PAUD, pelaksanaan asesmen formatif dapat dilakukan dengan melakukan observasi terhadap perkembangan anak saat melakukan kegiatan bermain-belajar.

g.    Pada pendidikan khusus, pelaksanaan asesmen diagnostik dilakukan untuk menentukan fase pada peserta didik sehingga pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, misalnya: salah satu peserta didik pada kelas X SMALB (Fase E) berdasarkan hasil asesmen diagnostik berada pada Fase C sehingga pembelajaran peserta didik tersebut tetap mengikuti hasil asesmen diagnostik yaitu Fase C.

 

2.   Umpan Balik

Mengapa umpan balik penting?

Umpan balik merupakan kumpulan informasi mengenai bagaimana seseorang melakukan suatu kegiatan.  Umpan balik biasanya berisi hal baik yang sudah dilakukan, hal yang butuh perbaikan dan hal yang bisa dikembangkan untuk aktivitas selanjutnya

Bagi guru

    Memberi informasi perkembangan murid untuk memodifikasi pengajaran dan pembelajaran di masa depan.

Bagi Murid

    Membantu murid untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan mereka sehingga murid dapat mengatur dan merasa berperan dalam proses pembelajaran mereka.

    Memberikan umpan balik kepada sesama teman juga memberikan kesempatan bagi murid untuk belajar dari satu sama lain.

10 Prinsip Pemberian Umpan Balik yang Efektif

Prinsip ini diterjemahkan dan diadopsi dari Model Pemberian Umpan Balik yang dua arah (dialogical) dari Nicol, D. (2010) From monologue to dialogue: improving written feedback processes in mass higher education. Assessment & Evaluation in Higher Education, 35(5), 501-517

 

 

Membuat umpan balik yang efektif

    Harus terdiri dari

ü  feed up (mengklarifikasi tujuan dengan murid),

ü  feedback (tanggapan atas pekerjaan murid dan kemajuan mereka)

ü feed forward (saran bagi murid untuk dipakai di masa depan menggunakan data dari feedback).

    Membutuhkan tujuan dan sasaran yang jelas dan dapat dimengerti oleh murid dan guru.

    Memungkinkan murid untuk mengidentifikasi:

ü  apa yang mereka ketahui,

ü  apa yang mereka pahami,

ü  di mana mereka membuat kesalahan,

ü  di mana mereka memiliki kesalahpahaman

ü  kapan mereka terlibat / tidak terlibat dalam pembelajaran.

Umpan Balik Guru (Teacher Feedback)

Pertanyaan panduan untuk guru:

        Apa saja komponen penting yang perlu ada?

        Dokumen apa yang bisa dipakai guru untuk menjadi acuan penulisan umpan balik yang efektif dan objektif?

        Apakah ada format umpan balik yang sederhana dan mudah dipahami oleh murid?

        Seberapa sering umpan balik harus diberikan?

        Seberapa panjang dan detail penulisan umpan balik yang efektif (apabila diberikan tertulis)?

        Bagaimana agar murid tertarik untuk membaca umpan balik dan mendapatkan manfaat yang maksimal?

Umpan Balik Teman (Peer Feedback)

Pertanyaan panduan untuk murid:

        Apa saja komponen penting yang perlu ada?

        Apa yang bisa kamu pakai untuk membantu kamu memberikan umpan balik yang efektif dan objektif bagi temanmu?

        Apa hal baik yang sudah dilakukan oleh temanmu?

        Apa hal yang bisa diperbaiki/ dikembangkan lagi oleh temanmu?

        Apa yang bisa dilakukan oleh temanmu agar karyanya bisa lebih baik lagi di kemudian hari?

        Informasi apa yang kamu rasa akan bermanfaat untuk membantu pengembangan diri temanmu?

 

Ladder of Feedback

Contoh praktik baik memberikan umpan balik secara berjenjang


  

E.    Asesmen Sumatif

1.     Konsep Asesmen Sumatif

Asesmen sumatif mempunyai beberapa konsep seperti pada uraian berikut:

a.     Metode evaluasi yang dilakukan di akhir pembelajaran.

b.     Asesmen sumatif seringkali memiliki taruhan tinggi karena berpengaruh terhadap nilai akhir murid sehingga sering diprioritaskan murid daripada asesmen formatif. 

c.     Umpan balik dari asesmen hasil akhir ini (sumatif) dapat digunakan untuk mengukur perkembangan murid untuk memandu guru dan sekolah merancang aktivitas mereka untuk projek berikutnya.

 

 

2.     Tujuan dan Fungsi Asesmen Sumatif

Penilaian atau asesmen sumatif pada jenjang pendidikan dasar dan menengah bertujuan untuk menilai pencapaian tujuan pembelajaran dan/atau CP peserta didik sebagai dasar penentuan kenaikan kelas dan/atau kelulusan dari satuan pendidikan. Penilaian pencapaian hasil belajar peserta didik dilakukan dengan membandingkan pencapaian hasil belajar peserta didik dengan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran.

Sementara itu, pada pendidikan anak usia dini, asesmen sumatif digunakan untuk mengetahui capaian perkembangan peserta didik dan bukan sebagai hasil evaluasi untuk penentuan kenaikan kelas atau kelulusan. Asesmen sumatif berbentuk laporan hasil belajar yang berisikan laporan pencapaian pembelajaran dan dapat ditambahkan dengan informasi pertumbuhan dan perkembangan anak. 

Adapun asesmen sumatif dapat berfungsi untuk:

a.     alat ukur untuk mengetahui pencapaian hasil belajar peserta didik dalam satu atau lebih tujuan pembelajaran di  periode tertentu;

b.     mendapatkan nilai capaian hasil belajar untuk dibandingkan dengan kriteria capaian yang telah ditetapkan; dan

c.     menentukan kelanjutan proses belajar siswa di kelas atau jenjang berikutnya.

Asesmen sumatif dapat dilakukan setelah pembelajaran berakhir, misalnya pada akhir satu lingkup materi (dapat terdiri atas satu atau lebih tujuan pembelajaran), pada akhir semester dan pada akhir fase; khusus asesmen pada akhir semester, asesmen ini bersifat pilihan. Jika pendidik merasa masih memerlukan konfirmasi atau informasi tambahan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, maka dapat melakukan asesmen pada akhir semester.

Sebaliknya, jika pendidik merasa bahwa data hasil asesmen yang diperoleh selama 1 semester telah mencukupi, maka tidak perlu melakukan asesmen pada akhir semester.  Hal yang perlu ditekankan, untuk asesmen sumatif, pendidik dapat menggunakan teknik dan instrumen yang beragam, tidak hanya berupa tes, namun dapat menggunakan observasi dan performa (praktik, menghasilkan produk, melakukan projek, dan membuat portofolio).

 

F.    Contoh Bentuk Asesmen Formatif dan Sumatif

    Asesmen dapat dilakukan secara berbeda di jenjang tertentu, sesuai dengan karakteristiknya. Untuk jenjang PAUD, teknik penilaian tidak menggunakan tes tertulis, melainkan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi satuan PAUD, dengan menekankan pengamatan pada anak secara autentik sesuai preferensi satuan pendidikan. Ragam bentuk asesmen yang dapat dilakukan, antara lain: catatan anekdot, ceklis, hasil karya, portofolio, dokumentasi, dll.

    Untuk pendidikan khusus, asesmen cenderung lebih beragam karena perlu pendekatan individual. Pada Pendidikan Kesetaraan, asesmen mata pelajaran keterampilan dapat berbentuk observasi, demonstrasi, tes lisan, tes tulis, portofolio, dan/atau uji kompetensi pada Lembaga sertifikasi dan kompetensi.  

    Sementara itu pada SMK, terdapat bentuk penilaian atau asesmen khas yang membedakan dengan jenjang yang lain, yaitu: Asesmen Praktik Kerja Lapangan (PKL), Uji Kompetensi Kejuruan, Ujian Unit Kompetensi,


1.   Contoh bentuk asesmen tidak tertulis

a.   Diskusi kelas

·           Mengembangkan kemampuan berkomunikasi murid di  depan publik dan mengemukakan pendapat.

·           Melatih murid untuk belajar berdemokrasi, mendengarkan dan menerima pendapat orang lain yang mungkin berbeda dengannya, juga merespons pendapat tersebut dengan cara yang sopan dan simpatis.

b.   Produk

·         Membuat model miniatur 3 dimensi (diorama), produk digital, produk seni, dll.

·         Mengembangkan kreativitas.

·         Menanamkan pengertian mengenai sebuah peristiwa

c.   Drama

·           Mengembangkan kemampuan seni peran dan berkomunikasi murid.

·           Mendorong murid untuk melihat sebuah masalah dari perspektif yang berbeda sehingga dapat menumbuhkan jiwa empati dan berpikiran kritis murid.

d.   Presentasi

·         Mengembangkan kemampuan berkomunikasi 

·         Mendorong murid untuk memahami topik presentasi dengan mendalam

e.   Tes  Lisan

·         Kuis tanya jawab secara lisan

·         Mengonfirmasi pemahaman murid

·         Menerapkan umpan balik

 

2.  Contoh bentuk asesmen tertulis

a.     Refleksi

·   Melatih murid untuk berperan aktif dalam mengevaluasi pembelajaran mereka sendiri dan memikirkan bagaimana cara mereka dapat memperbaiki diri. 

·   Hasil refleksi ini dapat digunakan guru untuk melihat sisi lain proses pembelajaran murid

b.     Esai

· Mengasah keterampilan menulis akademis murid, seperti mengembangkan argumen, menyajikan bukti, mencari sumber terpercaya untuk mendukung argumen, dan menggunakan referensi dengan tepat. 

·         Mengembangkan cara berpikir kritis dan daya analisis murid.

c.     Jurnal

·      Melatih kemampuan murid untuk mengorganisasi dan mengekspresikan ide/pemikiran mereka dalam bentuk tulisan. 

· Biasanya ditulis dengan bahasa yang kurang formal sehingga memberikan murid kebebasan berpikir kreatif. 

·     Menjadi alat untuk murid merefleksikan perkembangan mereka secara berkesinambungan.

d.     Poster

· Mendorong kemampuan murid untuk mengeksplorasi topik dan mengkomunikasikan pemahaman mereka dengan cara semenarik mungkin

e.     Tes  Tertulis 

·         Kuis pilihan ganda

·         Kuis pertanyaan

·         Menerapkan umpan balik

 

G.    Menentukan Ketercapaian Tujuan Pembelajaran

    Untuk mengetahui apakah peserta didik telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran, pendidik perlu menetapkan kriteria atau indikator ketercapaian tujuan pembelajaran. Kriteria ini dikembangkan saat pendidik merencanakan asesmen, yang dilakukan saat pendidik menyusun perencanaan pembelajaran, baik dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran ataupun modul ajar.

Kriteria ketercapaian ini juga menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih/membuat instrumen asesmen, karena belum tentu suatu asesmen sesuai dengan tujuan dan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran. Kriteria ini merupakan penjelasan (deskripsi) tentang kemampuan apa yang perlu ditunjukkan/didemonstrasikan peserta didik sebagai bukti bahwa ia telah mencapai tujuan pembelajaran.

    Dengan demikian, pendidik tidak disarankan untuk menggunakan angka mutlak (misalnya, 75, 80, dan sebagainya) sebagai kriteria. Yang paling disarankan adalah menggunakan deskripsi, namun jika dibutuhkan, maka pendidik diperkenankan untuk menggunakan interval  nilai (misalnya 70 - 85, 85 - 100, dan sebagainya).

Dengan demikian, kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran dapat dikembangkan pendidik dengan menggunakan beberapa pendekatan, di antaranya:

1.  menggunakan deskripsi sehingga apabila peserta didik tidak mencapai kriteria tersebut maka dianggap belum mencapai tujuan pembelajaran.

Contohnya, dalam tugas menulis laporan, pendidik menetapkan kriteria ketuntasan: Laporan peserta didik menunjukkan kemampuannya menulis teks eksplanasi, hasil pengamatan, dan pengalaman secara jelas. Laporan menjelaskan hubungan kausalitas yang logis disertai dengan argumen yang logis sehingga dapat meyakinkan pembaca.

 

2.     menggunakan rubrik yang dapat mengidentifikasi sejauh mana peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Contohnya, dalam tugas menulis laporan, pendidik menetapkan kriteria ketuntasan yang terdiri atas dua bagian: Isi laporan dan penulisan. Dalam rubrik terdapat empat tahap pencapaian, dari baru berkembang, layak, cakap hingga mahir. Dalam setiap tahapan ada deskripsi yang menjelaskan performa peserta didik. Pendidik menggunakan rubrik ini untuk mengevaluasi laporan yang dihasilkan oleh peserta didik.


3.  menggunakan skala atau interval nilai, atau pendekatan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan pendidik dalam mengembangkannya.

Contoh: Pendidik membandingkan hasil tulisan peserta didik dengan rubrik untuk menentukan ketercapaian peserta didik. Untuk setiap kriteria terdapat 4 (empat) skala pencapaian (1-4)

Keterangan:

0 - 40% = belum mencapai, remedial di seluruh bagian

41- 60% = belum mencapai ketuntasan, remedial di bagian yang diperlukan

61 - 80% = sudah mencapai ketuntasan, tidak perlu remedial

81 -100% = sudah mencapai ketuntasan, perlu pengayaan/tantangan lebih

 

H.    Menentukan Kriteria Kenaikan Kelas

    Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menentukan kebijakan kenaikan kelas. Pendidik diharapkan mampu menjalankan fungsi asesmen secara optimal sehingga mampu mendiagnostik perkembangan peserta didik.

Hasil diagnostik digunakan sebagai rujukan untuk melakukan tindak lanjut pembelajaran. Demikian juga asesmen formatif dan sumatif diharapkan berjalan dengan baik, sehingga pada akhir fase, semua peserta didik naik kelas karena telah mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan. Pendidik dan satuan pendidikan diberikan keleluasaan untuk menentukan kriteria kenaikan kelas, dengan mempertimbangkan:

    • 1.   Laporan Kemajuan Belajar
    • 2.   Laporan Pencapaian Projek Profil Pelajar Pancasila
    • 3.   Portofolio peserta didik
    • 4.   Ekstrakurikuler/prestasi/penghargaan peserta didik
    • 5.   Tingkat kehadiran

 

Sumber:

  • Kemdikburistek. 2022. Panduan Pembelajaran dan Asesmen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah. Jakarta. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  • Kemdikburistek. 2021. Panduan Pembelajaran dan Asesmen. Jakarta. Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kementerian Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
  • Kemdikbud. 2020. Buku Saku Asesmen Diagnosis Kognitif. Jakarta. Pusat Asesmen dan Pembelajaran Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  • Kemdikbud. 2019. Model Penilaian Formatif pada Pembelajaran Abad ke-21 untuk Sekolah Dasar. Jakarta. Pusat Penilaian Pendidikan.
  • https://www.sman9batam.sch.id/berita/detail/425233/jenis-teknik-dan-contoh-instrumen-asesmen-pada-kurikulum-merdeka/ 

 

Find me on Instagram @ms.ica_af and threads acc @ms.ica_af


Pembelajaran dan Asesmen

PRINSIP PEMBELAJARAN a. Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan: Mendeteksi kesiapan belajar peserta didik dan pencapaian sebelumnya. Me...